Fungsi dan Tugas Dari Komite Sekolah

Fungsi dan Tugas Dari Komite Sekolah

Pendidikan. Peran aktif dewan pendidikan, dewan sekolah, maupun komite sekolah/ madrasah diperlukan untuk memberi dukungan ( supporting agency ) dan memenuhi kebutuhan sekolah, pertimbangan pengambilan keputusan, pengawasan manajemen sekolah, mediator antar pemerintah dengan masyarakat, dan lain sebagainya secara teransparan dan demokratis serta etika yang kuat.

Bdan ini bukanlah sebagai institusi perpanjangan tangan dinas pendidikan untuk melaksanakan keinginan dinas pendidikan. Akan tetapi badan ini merupakan suatu institusi yang mandiri bertujuan untuk meningkatkan tanggung jawab dan peran serta masyarakat dengan mewadahi dan menyalurkan aspirasi dan prakarsa masyarakat dalam melahirkan kebijakan operasional dan program pendidikan di satuan pendidikan.

Besarnya peran orang tua dan partisipasi masyarakat melalui badan ini dalam mengelola implementasinya harus sesuai dengan aturan main yang berlaku dalam proses

pembentukan komiter sekolah tersebut, dan bukan berjalan menurut selera orang – orang yang ada dalam badan tersebut. Keikutsertaan ini memang di samping membawa dampak positif dapat juga membawa dampak negatif.

Agar tidak tumpang tindih wewenang dan bentuk partisipasi masing – masing maka perlu dibentuk/ dibuat aturan main kapan komite sekolah/ madrasah, dewan pendidikan dan masyarakat dapat mengambil sikap untuk melakukan tindakan dan kapan pula harus menjaga jarak.
Tugas dan fungsi utama badan in dapat memberikan masukan, pertimbangan ( advisory agency ), dan rekomendasi pada satuan pendidikan mengenai:

1.Kebijakan dan program pendidikan.
2.Rencana anggaran pendidikan dan belanja sekolah ( RAPBS )
3.Kreteria tenaga kependidikan
4.Kreteria kinerja satuan pendidikan
5.Kreteria fasilitas pendidikan
6.Hal – hal yang terkait dengan pendidikan.

Konsekuensi dari tindakan advisory ini maka badan tersebut secara sesungguhnya ikut mencari solusi dan mengatasi berbagai problemática untuk memenuhi target yang ditentukan.

Peran dan Fungsi Komite Sekolah (Antara Seharusnya dan Kenyataan)

Penyelenggaraan otonomi daerah harus diartikan sebagai upaya pemberdayaan daerah dan masyarakat untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dalam segala bidang kehidupan, termasuk bidang pendidikan. Untuk meningkatkan peran serta masyarakat dalam bidang pendidikan, diperlukan wadah yang dapat mengakomodasi pandangan, aspirasi, dan menggali potensi masyarakat untuk menjamin demokratisasi, transparansi, dan akuntabilitas. Salah satu wadah tersebut adalah Dewan Pendidikan di tingkat kabupaten/kota dan komite sekolah di tingkat satuan pendidikan.

Dewan pendidikan dan komite sekolah merupakan amanat rakyat yang telah tertuang dalam UU Nomor 25 tahun 2000 tentang program pembangunan nasional (Propernas 2000 – 2004). Amanat rakyat ini selaras dengan kebijakan otonomi daerah, yang telah memposisikan kabupaten/kota sebagai pemegang kewenangan dan tanggungjawab dalam penyelenggaraan pendidikan. Pelaksanaan pendidikan di daerah tidak hanya diserahkan kepada kabupaten/kota, melainkan juga dalam beberapa hal telah diberikan kepada satuan pendidikan, baik pada jalur pendidikan sekolah maupun luar sekolah. Dengan kata lain, keberhasilan dalam penyelenggaraan pendidikan tidak hanya menjadi tanggungjawab pemerintah pusat, melainkan juga pemerintah propinsi, kabupaten/kota, dan pihak sekolah, orang tua, dan masyarakat atau stakeholder pendidikan. Hal ini sesuai dengan konsep partisipasi berbasis masyarakat (Community-based participation) dan manajemen berbasis sekolah (school-based management).

Paradigma manajemen berbasis sekolah (MBS) beranggapan bahwa, satu-satunya jalan masuk yang terdekat menuju peningkatan mutu dan relevansi adalah demokratisasi, partisipasi dan akuntalibitas pendidikan. Kepala sekolah, guru, dan masyarakat adalah pelaku utama dan terdepan dalam penyelenggaraan pendidikan di sekolah sehingga segala keputusan mengenai penanganan persoalan pendidikan pada tingkatan mikro harus dihasilkan dari interaksi ketiga pihak tersebut. Masyarakat adalah stakeholder pendidikan yang memiliki kepentingan akan keberhasilan pendidikan di sekolah, karena mereka adalah pembayar pendidikan melalui pembayaran pajak, sehingga sekolah-sekolah harus bertanggungjawab terhadap masyarakat.

Namun demikian, entitas yang disebut “masyarakat” itu sangat komplek dan tak terbatas (borderless) sehingga sangat sulit bagi sekolah untuk berinteraksi dengan masyarakat sebagai stakeholder pendidikan. Untuk penyelenggaraan pendidikan di sekolah, konsep masyarakat itu perlu disederhanakan (simplified) agar menjadi mudah bagi sekolah melakukan hubungan dengan masyarakat itu. Penyederhanaan konsep masyarakat itu dilakukan melalui “perwakilan” fungsi stakeholder, dengan jalan membentuk komite sekolah di tingkat satuan pendidikan.

Komite sekolah hendaknya merepresentasikan keragaman yang ada agar benar-benar dapat mewakili masyarakat. interaksi antara masyarakat dapat diwujudkan melalui mekanisme pengambilan keputusan antara sekolah dengan komite sekolah. Dengan demikian, komite sekolah merupakan badan yang mandiri yang mewadahi peran serta masyarakat dalam rangka meningkatkan mutu, pemerataan, dan efisiensi pengelolaan pendidikan di satuan pendidikan, baik pendidikan pra sekolah, jalur pendidikan sekolah maupun jalur pendidikan luar sekolah. Disamping itu, komite sekolah merupakan suatu badan atau lembaga non profit dan non politis, dibentuk berdasarkan musyawarah yang demokratis oleh para stakeholder pendidikan pada tingkat satuan pendidikan sebagai representasi dari berbagai unsur yang bertanggungjawab terhadap peningkatan kualitas proses dan hasil pendidikan.

Di beberapa negara telah berdiri lembaga seperti Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah, misal:
  • COMPASS (Community Participation of Singapore) di negara Singapura.
  • PIBG (Persatuan Ibu Bapa dan Guru) di negara Malaysia.
  • PTA (Parent Teacher Associaton) di Amerika Serikat.
  • CHSC (The Committee on Home-School Cooperation) di negara Hongkong.

Ditinjau dari perspektif sejarah persekolahan pada tingkat SD, SMP/MTs, dan SMU/SMK/MA di Indonesia, masyarakat sekolah khususnya orang tua siswa, telah memerankan sebagian fungsinya dalam membantu penyelenggaran pendidikan.

Sebelum tahun 1974 masyarakat orang tua siswa di lingkungan masing-masing sekolah telah membentuk persatuan orang tua dan guru (POMG).

POMG dibubarkan awal tahun 1974 dan dibentuk suatu badan yang dikenal dengan Badan Pembantu Penyelenggara Pendidikan (BP3). Seiring dengan perkembangan tuntutan masyarakat terhadap kualitas pelayanan dan hasil pendidikan yang diberikan oleh sekolah dan dalam rangka mencapai tujuan pendidikan nasional melalui upaya peningkatan mutu, pemerataan dan efisiensi penyelenggaraan pendidikan, dan tercapainya demokratisasi pendidikan, perlu adanya dukungan dan peran serta masyarakat untuk bersinergi dalam suatu wadah yang lebih sekedar lembaga pengumpul dana pendidikan dari orang tua siswa.

Dalam memasuki era MBS perlu dibenahi selaras dengan tuntutan perubahan yang dilandasi kesepakatan, komitmen, kesadaran, dan kesiapan membangun budaya baru dan profesionalisme dalam mewujudkan “masyarakat sekolah” memiliki loyalitas pada peningkatan mutu sekolah. Untuk terciptanya suatu masyarakat sekolah yang kompak dan sinergis, maka komite sekolah merupakan bentuk atau wujud-wujud kebersamaan yang dibangun melalui kesepakatan (SK Mendiknas Nomor 044/U/2002)

Peran dan Fungsi

Keberadaan komite sekolah harus bertumpu pada landasan partisipasi masyarakat dalam meningkatkan kualitas pelayanan dan hasil pendidikan di sekolah. Oleh karena itu, pembentukannya harus memperhati pembagian peran sesuai posisi dan otonomi yang ada. Adapun peran yang dijalankan komite sekolah adalah sebagai berikut:

  • Pemberi pertimbangan (advisory agency) dalam penentuan dan pelaksanaan kebijakan pendidikan di satuan pendidikan.
  • Pendukung (supporting agency), baik yang berwujud finansial, pemikiran, maupun tenaga dalam menyelenggarakan pendidikan di satuan pendidikan.
  • Pengontrol (controlling agency) dalam rangka transparansi dan akuntabilitas penyelenggaran dan keluaran pendidikan di satuan pendidikan.
  • Mediator antara pemerintah (eksekutif) dengan masyarakat di satuan pendidikan.

Untuk menjalankan perannya itu, komite sekolah memiliki fungsi sebagai berikut:
  • Mendorong tumbuhnya perhatian dan komitmen masyarakat terhadap penyelenggaraan pendidikan yang bermutu.
  • Melakukan kerjasama dengan masyarakat (perorangan/organisasi/dunia usaha/dunia industri) dan pemerintah berkenaan dengan penyelenggaraan pendidikan yang bermutu.
  • Menampung dan menganalisis aspirasi, ide, tuntutan, dan berbagai kebutuhan pendidikan yang diajukan oleh masyarakat.
Memberikan masukan, pertimbangan, dan rekomendasi kepada satuan pendidikan mengenai:

  • Kebijakan dan program pendidikan Rencana anggaran pendidikan dan belanja sekolah (RAPBS/RKAS)
  • Kriteria kinerja satuan pendidikan
  • Kriteria tenaga kependidikan
  • Kriteria fasilitas pendidikan, dan
  • Hal-hal lain yang terkait dengan pendidikan

  • Mendorong orangtua dan masyarakat berpartisipasi dalam pendidikan guna mendukung peningkatan mutu dan pemerataan pendidikan.
  • Menggalang dana masyarakat dalam rangka pembiayaan penyelenggaraan pendidikan di satuan pendidikan.
  • Melakukan evaluasi dan pengawasan terhadap kebijakan, program, penyelenggaraan, dan keluaran pendidikan di satuan pendidikan.

Berdasarkan PP nomor 17 tahun 2010 (PP nomor 66 tahun 2010) tentang pengelolaan dan penyelenggaraan pendidikan, komite sekolah memiliki peran dan fungsi:

Pasal 196:
  • Komite sekolah/madrasah berfungsi dalam peningkatan mutu pelayanan pendidikan dengan memberikan pertimbangan, arahan dan dukungan tenaga, sarana dan prasarana, serta pengawasan pendidikan pada tingkat satuan pendidikan.
  • Komite sekolah/madrasah menjalankan fungsinya secara mandiri dan profesional.
  • Komite sekolah/madrasah memperhatikan dan menindaklanjuti terhadap keluhan, saran, kritik, dan aspirasi masyarakat terhadap satuan pendidikan.
  • Komite sekolah/madrasah dibentuk untuk 1 (satu) satuan pendidikan atau gabungan satuan pendidikan formal pada jenjang pendidikan dasar dan menengah.
  • Satuan pendidikan yang memiliki peserta didik kurang dari 200 (dua ratus) orang dapat membentuk komite sekolah/madrasah gabungan dengan satuan pendidikan lain yang sejenis.
  • Komite sekolah/madrasah berkedudukan di satuan pendidikan.
  • Pendanaan komite sekolah/madrasah dapat bersumber dari:
  • Pemerintah
  • Pemerintah daerah
  • Masyarakat
  • Bantuan pihak asing yang tidak mengikat, dan/atau
  • Sumber lain yang sah.

Pasal 197:
Anggota komite sekolah/madrasah berjumlah paling banyak 15 (lima belas) orang, terdiri atas unsur:
  • Orang tua/wali peserta didik paling banyak 50% (lima puluh persen)
  • Tokoh masyarakat paling banyak 30% (tiga puluh persen), dan
  • Pakar pendidikan yang relevan paling banyak 30% (tiga puluh persen).
  • Masa jabatan keanggotaan komite sekolah/madrasah adalah 3 (tiga) tahun dan dapat dipilih kembali untuk 1 (satu) kali masa jabatan.
  • Anggota komite sekolah/madrasah dapat diberhentikan apabila:
  • Mengundurkan diri
  • Meninggal dunia, atau
  • Tidak dapat melaksanakan tugas karena berhalangan tetap
  • Dijatuhi pidana karena melakukan tindak pidana kejahatan berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.
  • Susunan kepengurusan komite sekolah/madrasah dipilih oleh rapat orang tua/wali peserta didik satuan pendidikan.
  • Anggota komite sekolah/madrasah dipilih oleh rapat orang tua/wali peserta didik satuan pendidikan.
  • Ketua komite dan sekretaris sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dipilih dari dan oleh anggota secara musyawarah mufakat atau melalui pemungutan suara.
  • Anggota, sekretaris dan ketua komite sekolah/madrasah ditetapkan oleh kapal sekolah.

Komite sekolah sesuai dengan peran dan fungsinya, melakukan akuntabilitas sebagai berikut:
Komite sekolah menyampaikan hasil kajian pelaksanaan program sekolah kepada stakeholder secara periodik, baik yang berupa keberhasilan maupun kegagalan dalam pencapaian tujuan dan sasaran program sekolah.

Menyampaikan laporan pertanggungjawaban bantuan masyarakat baik berupa materi (dana, barang tak bergerak maupun bergerak), maupun non materi (tenaga, pikiran) kepada masyarakat dan pemerintah setempat.

Implementasi di Satuan Pendidikan


Komite sekolah telah terbentuk di seluruh satuan pendidikan di kabupaten Gunungkidul, dengan proses pembentukkan pada umumnya telah sesuai dengan prinsip dan mekanisme serta berpedoman dengan 7 langkah sesuai buku panduan Umum Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah Departemen Pendidikan Nasional Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah. Hingga saat ini Komite Sekolah sangat bervariasi baik dilihat dari struktur, mekanisme, pengelolaan organisasi, dan pelaksanaan peran dan fungsinya sehingga dampaknya terhadap upaya peningkatan kualitas pendidikan juga sangat bervariasi.

Dari hasil monitoring yang dilakukan oleh Dewan Pendidikan Kabupaten Gunungkidul terhadap komite sekolah pada tahun 2007, 2008 dan 2009 dengan hasil bahwa di seluruh komite sekolah di Gunungkidul (terkecuali madrasah) telah memiliki AD dan ART, kantor dan program kerja. Lebih lanjut dapat kami sampaikan berikut:

Majlis sekolah menengah kejuruan (MSMK) di Gunungkidul mayoritas telah melaksanakan peran dan fungsinya secara maksimal melalui berbagai kebijakan, program dan kegiatan-kegiatan operasional yang kreatif dan inovatif. Keunggulan dari MSMK yakni ada unsur kunci yang utama yakni kerjasama dengan perusahaan atau DUDI, yang salah satu tugasnya adalah sebagai assessor atau penguji, atau lembaga yang akan melaksanakan sertifikasi lulusan. Kerjasama antara MSMK dengan DUDI merupakan keunggulannya.

Komite sekolah SMA dan SMP pada umumnya telah berjalan dengan baik dari proses pembentukannya telah sesuai dengan ketentuan Buku Panduan Umum Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah. Pertemuan rutin terprogram dengan baik. Dalam melaksanakan peran dan fungsinya dengan baik. Memang ada beberapa sekolah yang komite sekolahnya tidak berjalan sama sekali (khususnya beberapa SMA dan SMP swasta).

Komite Sekolah Dasar (SD) prosentasenya lebih banyak yang belum berjalan sebagaimana harapan Undang-Undang khususnya sekolah-sekolah yang serba terbatas. Hal ini dapat dilihat dengan hasil keluaran pendidikannya, nampaknya eksistensi komite sekolah sebanding lurus dengan output pendidikannya.

Bila dikelompokkan setidaknya ada 3 kelompok yang membedakan (ciri wanci—jawa) komite sekolah di dalam memainkan peran dan fungsinya:

Sering disebut komite sekolah tukang stempel: pembentukan komite sekolah model ini dapat dipastikan tidak melaksanakan Prinsip dan mekanisme pembentukan yang telah diatur dalam Kepmendiknas 044/U/2002. Kepala sekolah hanya menetapkan pengurus BP3 (yang dianggap sejalan dan dapat dikendalikan) diberikan SK sebagai Komite Sekolah, komite sekolah seperti ini hanya mengekor kepala sekolah, tidak memiliki ide dan tidak dapat melaksanakan fungsi tugasnya secara baik, program kepala sekolah itulah yang menjadi progam komite sekolah (tahunya hanya tanda tangan dan stempel).

Sering disebut Komite Sekolah Eksekutor: komite sekolah model ini beranggapan bahwa komite sekolah adalah legislatif dan kepala sekolah adalah eksekutif, kedudukan sebagai kepala sekolah sebagai incaran, kepala sekolah tidak boleh salah. Jika kepala sekolah diindikasi telah melakukan penyimpangan, komite sekolah tidak segan-segan mengajukan rekomendasi kepada kepala dinas untuk mengganti kepala sekolah itu.

Sering disebut komite sekolah normatif: komite sekolah model ini mengerti, memahami, dan melaksanakan fungsinya, yakni (1) memberikan pertimbangan, (2) memberikan dukungan, (3) melakukan pengawasan, dan (4) menjadi mediator.

Tanpa bermaksud menyeragamkan terhadap seluruh komite sekolah yang ada, namun demikian satu hal yang harus sama adalah menumbuhkan dampak positif terhadap peningkatan efisiensi dan efektivitas pembangunan pendidikan di setiap satuan pendidikan, sesuai dengan kebijakan pendidikan yang telah diterapkan oleh pemerintah. Dengan peran dan fungsinya komite sekolah berpengaruh positif terhadap laju perkembangan pendidikan di satuan pendidikan.
loading...

Postingan terkait: