Pernahkah
anda mendengar para penceramah membacakan hadits pada malam atau siang
hari ramadhan tanpa menjelaskan kedudukan hadits tersebut? Ternyata
banyak diantara hadits-haditts itu buatan indonesia maupun mancanegara
(alias Hadits Palsu). Berikut ulasan yang lebih lengkap.
Kami menilai perlunya dibawakan pasal ini pada kitab kami, karena
adanya sesuatu yang teramat penting yang tidak diragukan lagi sebagai
peringatan bagi manusia, dan sebagai penegasan terhadap kebenaran, maka
kami katakan :
Sesungguhnya
Allah Ta'ala telah menetapkan sunnah Nabi secara adil, (untuk)
memusnahkan penyimpangan orang-orang sesat dari sunnah, dan mematahkan
ta'wilan para pendusta dari sunnah dan menyingkap kepalsuan para pemalsu
sunnah.
Sejak
bertahun-tahun sunnah telah tercampur dengan hadits-hadits yang dhaif,
dusta, diada-adakan atau lainnya. Hal ini telah diterangkan oleh para
imam terdahulu dan ulama salaf dengan penjelasan dan keterangan yang
sempurna.
Orang
yang melihat dunia para penulis dan para pemberi nasehat akan melihat
bahwa mereka -kecuali yang diberi rahmat oleh Allah- tidak memperdulikan
masalah yang mulia ini walau sedikit perhatianpun walaupun banyak
sumber ilmu yang memuat keterangan shahih dan menyingkap yang bathil.
Maksud
kami bukan membahas dengan detail masalah ini, serta pengaruh yang akan
terjadi pada ilmu dan manusia, tapi akan kita cukupkan sebagian contoh
yang baru masuk dan masyhur dikalangan manusia dengan sangat masyhurnya,
hingga tidaklah engkau membaca makalah atau mendengar nasehat kecuali
hadits-hadits ini -sangat disesalkan- menduduki kedudukan tinggi. (Ini
semua) sebagai pengamalan hadits : "Sampaikanlah dariku walaupun satu
ayat ..." [Riwayat Bukhari 6/361], dan sabda beliau : "Agama itu
nasehat" [Riwayat Muslim no. 55]
Maka kami katakan wabillahi taufik :
Sesungguhnya
hadits-hadits yang tersebar di masyarakat banyak sekali, hingga mereka
hampir tidak pernah menyebutkan hadits shahih -walau banyak-yang bisa
menghentikan mereka dari menyebut hadits dhaif.
Semoga
Allah merahmati Al-Imam Abdullah bin Mubarak yang mengatakan :
"(Menyebutkan) hadits shahih itu menyibukkan (diri) dari yang dhaifnya".
Jadikanlah Imam ini sebagai suri tauladan kita, jadikanlah ilmu shahih yang telah tersaring sebagai jalan (hidup kita).
Dan
(yang termasuk) dari hadits-hadits yang tersebar digunakan (sebagai
dalil) di kalangan manusia di bulan Ramadhan, diantaranya.
Pertama.
"Artinya : Kalaulah seandainya kaum muslimin tahu apa yang ada di dalam Ramadhan, niscaya umatku akan berangan-angan agar satu tahun Ramadhan seluruhnya. Sesungguhnya surga dihiasi untuk Ramadhan dari awal tahun kepada tahun berikutnya ...." Hingga akhir hadits ini.
"Artinya : Kalaulah seandainya kaum muslimin tahu apa yang ada di dalam Ramadhan, niscaya umatku akan berangan-angan agar satu tahun Ramadhan seluruhnya. Sesungguhnya surga dihiasi untuk Ramadhan dari awal tahun kepada tahun berikutnya ...." Hingga akhir hadits ini.
Hadits
ini diriwayatkan oleh Ibnu Khuzaimah (no.886) dan Ibnul Jauzi di dalam
Kitabul Maudhuat (2/188-189) dan Abu Ya'la di dalam Musnad-nya
sebagaimana pada Al-Muthalibul 'Aaliyah (Bab/A-B/tulisan tangan) dari
jalan Jabir bin Burdah dari Abu Mas'ud al-Ghifari.
Hadits
ini maudhu' (palsu), penyakitnya pada Jabir bin Ayyub, biografinya ada
pada Ibnu Hajar di dalam Lisanul Mizan (2/101) dan beliau berkata :
"Mashur dengan kelemahannya". Juga dinukilkan perkataan Abu Nua'im, "
Dia suka memalsukan hadits", dan dari Bukhari, berkata, "Mungkarul
hadits" dan dari An-Nasa'i, "Matruk" (ditinggalkan) haditsnya".
Ibnul
Jauzi menghukumi hadits ini sebagai hadits palsu, dan Ibnu Khuzaimah
berkata serta meriwayatkannya, "Jika haditsnya shahih, karena dalam
hatiku ada keraguan pada Jarir bin Ayyub Al-Bajali".
Kedua.
"Artinya :Wahai manusia, sungguh bulan yang agung telah datang (menaungi) kalian, bulan yang di dalamnya terdapat suatu malam yang lebih baik dari seribu bulan, Allah menjadikan puasa (pada bulan itu) sebagai satu kewajiban dan menjadikan shalat malamnya sebagai amalan sunnah. Barangsiapa yang mendekatkan diri pada bulan tersebut dengan (mengharapkan) suatu kebaikan, maka sama (nilainya) dengan menunaikan perkara yang wajib pada bulan yang lain .... Inilah bulan yang awalnya adalah rahmat, pertengahannya ampunan dan akhirnya adalah merupakan pembebasan dari api neraka ...." sampai selesai.
"Artinya :Wahai manusia, sungguh bulan yang agung telah datang (menaungi) kalian, bulan yang di dalamnya terdapat suatu malam yang lebih baik dari seribu bulan, Allah menjadikan puasa (pada bulan itu) sebagai satu kewajiban dan menjadikan shalat malamnya sebagai amalan sunnah. Barangsiapa yang mendekatkan diri pada bulan tersebut dengan (mengharapkan) suatu kebaikan, maka sama (nilainya) dengan menunaikan perkara yang wajib pada bulan yang lain .... Inilah bulan yang awalnya adalah rahmat, pertengahannya ampunan dan akhirnya adalah merupakan pembebasan dari api neraka ...." sampai selesai.
Hadits
ini juga panjang, kami cukupkan dengan membawakan perkataan ulama yang
paling masyhur. Hadits ini diriwayatkan oleh Ibnu Khuzaimah (1887) dan
Al-Muhamili di dalam Amalinya (293) dan Al-Asbahani dalam At-Targhib
(q/178, b/tulisan tangan) dari jalan Ali bin Zaid Jad'an dari Sa'id bin
Al-Musayyib dari Salman.
Hadits
ini sanadnya Dhaif, karena lemahnya Ali bin Zaid, berkata Ibnu Sa'ad,
Di dalamnya ada kelemahan dan jangang berhujjah dengannya, berkata Imam
Ahmad bin Hanbal, Tidak kuat, berkata Ibnu Ma'in. Dha'if berkata Ibnu
Abi Khaitsamah, Lemah di segala penjuru, dan berkata Ibnu Khuzaimah,
Jangan berhujjah dengan hadits ini, karena jelek hafalannya. Demikian di
dalam Tahdzibut Tahdzib [7/322-323].
Dan
Ibnu Khuzaimah berkata setelah meriwayatkan hadits ini, Jika benar
kabarnya. berkata Ibnu Hajar di dalam Al-Athraf, Sumbernya pada Ali bin
Zaid bin Jad'an, dan dia lemah, sebagaimana hal ini dinukilkan oleh Imam
As-Suyuthi di dalam Jami'ul Jawami (no. 23714 -tertib urutannya).
Dan Ibnu Abi Hatim menukilkan dari bapaknya di dalam Illalul Hadits (I/249), hadits yang Mungkar
Ketiga.
"Artinya : Berpuasalah, niscaya kalian akan sehat"
"Artinya : Berpuasalah, niscaya kalian akan sehat"
Hadits
tersebut merupakan potongan dari hadits riwayat Ibnu Adi di dalam
Al-Kamil (7/2521) dari jalan Nahsyal bin Sa'id, dari Ad-Dhahak dari Ibu
Abbas. Nashsyal (termasuk) yang ditinggal (karena) dia pendusta dan
Ad-Dhahhak tidak mendengar dari Ibnu Abbas.
Diriwayatkan
oleh At-Thabrani di dalam Al-Ausath (1/q 69/Al-Majma'ul Bahrain) dan
Abu Nu'aim di dalam At-Thibun Nabawiy dari jalan Muhammad bin Sulaiman
bin Abi Dawud, dari Zuhair bin Muhammad, dari Suhail bin Abi Shalih dari
Abu Hurairah.
Dan
sanad hadits ini lemah. Berkata Abu Bakar Al-Atsram, "Aku mendengar
Imam Ahmad -dan beliau menyebutkan riwayat orang-orang Syam dari Zuhair
bin Muhammad- berkata, "Mereka meriwayatkan darinya (Zuhair,-pent)
beberapa hadits mereka (orang-orang Syam, -pent) yang dhoif itu". Ibnu
Abi Hatim berkata, "Hafalannya jelek dan hadits dia dari Syam lebih
mungkar daripada haditsnya (yang berasal) dari Irak, karena jeleknya
hafalan dia". Al-Ajalaiy berkata. "Hadits ini tidak membuatku kagum",
demikianlah yang terdapat pada Tahdzibul Kamal (9/417).
Aku
katakan : Dan Muhammad bin Sulaiman Syaami, biografinya (disebutkan)
pada Tarikh Damasqus (15/q 386-tulisan tangan) maka riwayatnya dari
Zuhair sebagaimana di naskhan oleh para Imam adalah mungkar, dan hadits
ini darinya.
Keempat
"Artinya : Barangsiapa yang berbuka puasa satu hari pada bulan Ramadhan tanpa ada sebab dan tidak pula karena sakit maka puasa satu tahun pun tidak akan dapat mencukupinya walaupun ia berpuasa pada satu tahun penuh"
Hadits ini diriwayatkan Bukhari dengan mu'allaq dalam shahih-nya (4/160-Fathul Bari) tanpa sanad.
"Artinya : Barangsiapa yang berbuka puasa satu hari pada bulan Ramadhan tanpa ada sebab dan tidak pula karena sakit maka puasa satu tahun pun tidak akan dapat mencukupinya walaupun ia berpuasa pada satu tahun penuh"
Hadits ini diriwayatkan Bukhari dengan mu'allaq dalam shahih-nya (4/160-Fathul Bari) tanpa sanad.
Ibnu
Khuzaimah telah memalukan hadits tersebut di dalam Shahih-nya (19870),
At-Tirmidzi (723), Abu Dawud (2397), Ibnu Majah (1672) dan Nasa'i di
dalam Al-Kubra sebagaimana pada Tuhfatul Asyraaf (10/373), Baihaqi
(4/228) dan Ibnu Hajjar dalam Taghliqut Ta'liq (3/170) dari jalan Abil
Muthawwas dari bapaknya dari Abu Hurairah.
Ibnu
Hajar berkata dalam Fathul Bari (4/161) : "Dalam hadits ini ada
perselisihan tentang Hubaib bin Abi Tsabit dengan perselisihan yang
banyak, hingga kesimpulannya ada tiga penyakit : idhthirah (goncang),
tidak diketahui keadaan Abil Muthawwas dan diragukan pendengaran bapak
beliau dari Abu Hurairah".
Ibnu
Khuzaimah berkata setelah meriwayatkannya :Jika khabarnya shahih,
karena aku tidak mengenal Abil Muthawwas dan tidak pula bapaknya, hingga
hadits ini dhaif juga:.
Wa
ba'du : Inilah empat hadits yang didhaifkan oleh para ulama dan di
lemahkan oleh para Imam, namun walaupun demikian kita (sering) mendengar
dan membacanya pada hari-hari di bulan Ramadhan yang diberkahi
khususnya dan selain pada bulan itu pada umumnya.
Tidak
menutup kemungkinan bahwa sebagian hadits-hadits ini memiliki
makna-makna yang benar, yang sesuai dengan syari'at kita yang lurus baik
dari Al-Qur'an maupun Sunnah, akan tetapi (hadits-hadits ini) sendiri
tidak boleh kita sandarkan kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa
sallam, dan terlebih lagi -segala puji hanya bagi Allah- umat ini telah
Allah khususkan dengan sanad dibandingkan dengan umat-umat yang lain.
Dengan sanad dapat diketahui mana hadits yang dapat diterima dan mana
yang harus ditolak, membedakan yang shahih dari yang jelek. Ilmu sanad
adalah ilmu yang paling rumit, telah benar dan baik orang yang
menamainya : "Ucapan yang dinukil dan neraca pembenaran khabar".
[Disalin dari Kitab Sifat Shaum Nabi Shallallahu 'alaihi wa Sallam Fii Ramadhan, edisi Indonesia Sipat Puasa Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam oleh Syaikh Salim bin Ied Al-Hilaaly, Syaikh Ali Hasan Abdul Hamid, terbitan Pustaka Al-Haura, penerjemah Abdurrahman Mubarak Ata]
loading...