EKONOMI SYARIAH PENDORONG
PENGUATAN EKONOMI UMAT
السلام عليكم ورحمة الله وبر كا ته
الحمد لله رب العالمين والصلاة والسلام على اشرف
الأنبياء والمرسلين سيدنا محمد وعلى آله وصحبه أجمعين {أما بعد}
Hadirin yang kami hormati.
Dunia
semakin cantik dan molek, dihiasi dengan perkembangan sains dan teknologi yang
semakin canggih dan menarik. Akan tetapi permasalahan-permasalahan di setiap
lini kehidupan termasuk didalamnya masalah kemiskinan, telah membuat otak
ruwet, mumet dan jelimet. Bukankah karena miskin seseorang tidak dapat
meneruskan pendidikannya maka ia menjadi bodoh? Bukankah karena miskin
seseorang tidak dapat melihat dan mendengarkan berita-berita terkini (headline
news) maka ia menjadi terbelakang? Bukankah karena miskin seseorang dapat
menjual akidahnya maka ia menjadi kufur?
Masalah
ini terus dan terus berputar bagaikan lingkaran setan yang seolah-olah tidak
ada pemacahannya, padahal Islam telah memberikan solusi kongkrit, dengan cara “Ekonomi
Syariah Pendorong Penguatan Ekonomi Rakyat”, sebagaimana yang telah
diisyaratkan oleh Allah di dalam al-Qur’an surat Al-Baqarah ayat 275 :
الَّذِينَ يَأْكُلُونَ الرِّبَا لَا يَقُومُونَ إِلَّا
كَمَا يَقُومُ الَّذِي يَتَخَبَّطُهُ الشَّيْطَانُ مِنَ الْمَسِّ ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ
قَالُوا إِنَّمَا الْبَيْعُ مِثْلُ الرِّبَا وَأَحَلَّ اللَّهُ الْبَيْعَ
وَحَرَّمَ الرِّبَا فَمَنْ جَاءَهُ مَوْعِظَةٌ مِنْ رَبِّهِ فَانْتَهَى فَلَهُ مَا
سَلَفَ وَأَمْرُهُ إِلَى اللَّهِ وَمَنْ عَادَ فَأُولَئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ
هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ {275}
Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat
berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran
(tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan
mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba,
padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang
yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari
mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang
larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang mengulangi
(mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal
di dalamnya.
Hadirin Rohimakumullah.
Firman
Allah yang baru kita simak bersama mengisyaratkan agar kita umat Islam memiliki
ekonomi yang kuat. Mari kita kaji secara mendalam. Imam Ibnu Katsir di dalam
kitabnya Tafsir Ibnu Katsir jilid ke-3 menyebutkan, bahwa sebab diturunkannya
ayat ini berawal dari sebuah pertanyaan Sa’ad bin Abi Waqash kepada Saidina
Muhammad Rasulullah SAW. “ wahai Rasulullah aku memiliki harta yang banyak akan
tetapi pewarisku hanya satu orang anak, maka bolehkah jika aku bersedekah dua
pertiganya? Rasul menjawab : “tidak boleh”. Bolehkah jika seperduanya? Rasul
menjawab : “ tidak boleh”. Bagaimana jika sepertiganya? Rasul menjawab : “
tidak boleh “ seraya melanjutkan perkataannya :
إنك إن تذر ورثتك الأغنياء خير من أن تذرهم عالة يتكففون
الناس
“ sungguh aku mengharapkan jika engkau dapat warisi
keturunan yang kaya dan berharta dan itulah yang terbaik dari pada engkau
mewarisi keturunan yang lemah lagi papa serta hanya mengharapkan belas kasih
orang lain “
Kisah
ini menjelaskan kepada kita bahwasanya Islam menginginkan agar setiap orangtua
dapat meninggalkan generasi penerus mereka dalam keadaaan yang kuat fisik, kuat
mental, dan kuat perekonomiannya.
Syekh
Mustofa al-Maroghi menafsirkan kalimat “khoofu ‘alaihim”, sebagai suatu
kekhawatiran jikalau anak-anak hidup terlantar dan tersia-sia, kenapa demikian?
Karena telah diketahui bersama bahwa tolak ukur sejahtera tidak sejahteranya
seseorang, makmur tidak makmurnya seseorang dilihat dari keadaan ekonominya,
apabila ekonominya baik, maka apa yang menjadi hajat hidupnya akan mudah untuk
didapatkan, akan tetapi jikalau ekonominya buruk maka secara pasti apa yang
menjadi hajat hidupnya akan sulit untuk terpenuhi.
Hadirin Rohimakumullah.
Dalam
dunia ekonomi kita mengenal adanya tiga buah sistem ekonomi. Pertama,
sistem ekonomi sosialis dimana pemerintah secara mutlak mengurus dan mengelola
sistem perekonomian mereka. Kedua, sistem ekonomi kapitalis
dimana setiap individu, setiap wirausahawan berhak untuk mengelola serta
mengurus keadaan perekonomian mereka, sistem ekonomi inilah yang telah membuat
jarak yang sangat antara yang kaya dengan yang miskin dan juga telah
mengakibatkan yang kaya semakin kaya dan yang miskin semakin miskin (the
rich richer and the poor poorer). Ketiga, sistem ekonomi
Islam dimana dalam sistem ini yang di angkat kepermukaan adalah niali-nilai
ukhuwah dan nilai-nilai kebersamaan, dengan artian bahwa setiap orang harus
saling tolong menolong, yang kaya menolong yang miskin, yang kuat menolong yang
lemah, tidak ada jarak diantara mereka bahkan mereka merasa bahwa mereka
bagaikan satu kesatuan yang tak dapat dipisahkan.
Dari
penjelasan ini maka timbullah sebuah pertanyaan, bagaimanakah teknis untuk
merealisasikan prinsip ini? Sebagai jawabannya mari kita renungkan firman Allah
dalam surat adz-dzariyat ayat : 19
وَ فِى اَمْوَالِهِمْ حَقٌّ للِسَّا ئِلِ وَ الْمَحْرُ
وْمِ { الذاريات : 19}
Artinya
: “Dan pada harta-harta mereka ada hak untuk orang miskin yang meminta dan
orang miskin yang tidak mendapat bahagian”.
Hadirin dan hadirat yang kami hormati.
Firman
Allah pada ayat ini dengan tegas dan jelas mengisyaratkan kepada kita bahwa
pemberdayaan ekonomi diproyeksikan demi kesejahtraan bersama. Islam menolak
keras sistem ekonomi dalam bentuk monopoli, oligopoli dan ekonomi yang
diorientasikan hanya untuk kepentingan pribadi. Prinsip ini harus kita
aplikasikan di negara kita jikalau kita menginginkan negara kita menjadi
negara yang maju dan damai. Apalagi jikalau kita perhatikan di negara kita
Indonesia ini, masih terdapat 37,5 juta jiwa umat manusia yang berada dibawah
garis kemiskinan, lalu berapa banyakkah ummat Islamnya ? ternyata setelah
diteliti oleh lembaga peneiliti di Indonesia, terdapat lebih dari 30 juta jiwa
umat Islam yang berada dibawah garis kemiskinan. Sebuah pertanyaan besar yang
ada pada pikiran kita semua, mengapa umat Islam lebih banyak tenggelam dalam
kemiskinan ?
Menurut
KH Zarkasih, pertama. Banyak diantara kita yang hanya
berorientasi pada keakheratan saja. Mereka memiliki pemahaman yang sempit
terhadap hadits Nabi Muhammad SAW ”ad-dunya jiifah” dunia ini adalah
bangkai yang menjijikkan. Dan “ad-dunya sijnul mukminin” dunia adalah
penjara bagi umat Islam, pemahaman uang sempit terhadap kedua hadits ini
mengakibatkan pemasalahan-permasalahan duniawi ditinggalkan dan Islam pada
akhirnya identik dengan masalah kemiskinan.
Kedua.Kemunduran ekonomi umat Islam disebabkan dalam
melaksanakan kegiatan ekonomi mayoritas umat Islam masih berpikir dengan corak
agraris dan kolot. Padahal saat ini dunia bisnis membutuhkan orang-orang yang
kreatif dan siap untuk saling berkompetisi dengan yang lainnya.
Hadirin dan hadirat yang kami hormati.
Bagaimanakah
konsepsi Islam dalam perekonomian. Mari kita simak bersama firman Allah dalam
surat an-nisa ayat 29 :
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا إِذَا نُودِيَ
لِلصَّلَاةِ مِنْ يَوْمِ الْجُمُعَةِ فَاسْعَوْا إِلَى ذِكْرِ اللَّهِ وَذَرُوا
الْبَيْعَ ذَلِكُمْ خَيْرٌ لَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ {9} فَإِذَا قُضِيَتِ
الصَّلَاةُ فَانْتَشِرُوا فِي الْأَرْضِ وَابْتَغُوا مِنْ فَضْلِ اللَّهِ
وَاذْكُرُوا اللَّهَ كَثِيرًا لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ {10}
“Hai orang-orang yang beriman, apabila diseru untuk menunaikan
sembahyang pada hari Jum`at, maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan
tinggalkanlah jual beli. Yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu
mengetahui (9) Apabila telah ditunaikan sembahyang, maka bertebaranlah kamu di
muka bumi; dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya
kamu beruntung (10)”.
Hadirin rahimakumullah.
Syekh
Mustafa al-Maraghi dalam tafisir al-Maraghi menyatakan, bahwa halalnya
perniagaan, transaksi jual beli jika terjadi saling meridhoi antara keduanya,
sebaliknya Islam sangat mengharamkan adanya penipuan, pendustaan dan pemalsuan
barang. Hal ini menunjukkan bahwa ayat ini merupakan dasar dari sebuah sistem
ekonomi Islam, dan ayat ini pula merupakan himbauan pada kita semua agar
tidak mencari keuntungan dengan cara menghisap darah orang lain yakni
riba.
Berdasarkan
prinsip ini maka dapat dipahami bahwa ekonomi Islam adalah ekonomi mu’awanah,
terdapat didalamnya sistem ekonomi mudharabah, murabahah, musyarakah, dan
di negara kita alhamdulillah setidaknya telah melaksanakan prinsip ini seperti
adanya bank-bank syari’ah. Oleh sebab itu, untuk menopang prinsip ini
Rasulullah SAW bersabda :
من كان له مال فليتصدق بماله ومن كان له قوة فليتصدق
بقوته ومن كان له علم فليتصدق بعلمه
“ siapa yang memiliki harta maka bersedekahlah dengan
hartanya, siapa yang memiliki kekuasaan maka bersedekahlah dengan kekuasaannya,
siapa yang memiliki ilmu maka bersedekahlah dengan ilmunya “.
Dengan
demikian pada akhirnya kami mengajak pada seluruh umat Islam untuk bersama-sama
mengaplikasikan sistem perekonomian Islam, yakni dengan cara pemberdayaan
ekonomi umat, maka secara tidak langsung segala bentuk kebodohan,
keterbelakangan, dan kekufuran akan hilang dengan sendirinya.
Untuk
itu marilah kita berdoa kepada Allah semoga kita diberikan kemudahan dalam
aktivitas kita. Amin ya Robbal ‘alamin.
والسلا م عليكم ورحمة الله وبركاته
loading...