JIHAD DALAM MEMBANGUN PERSAUDARAAN
السلا م عليكم ورحمة الله وبرمكاته
الحمد لله الذى امرنا بالجهاد فى سبيل الله و ترك الهوى
. اشهد ان لا إله إلا الله رب العرش استوى و اشهد ان سيدنا محمدا عبده ورسوله
المصطفى صلواة الله وسلامه عليه {اما بعد}
DEWAN HAKIM YANG ‘ARIF DAN BIJAKSANA
HADIRIN YANG BERBAHAGIA
Masih
ada dalam ingatan kita, tragedi 11 September 2001 di mana pusat ekonomi dunia
yang terbangun di menara kembar World Trade Center New York Amerika Serikat,
hancur lebur di hantam oleh dua pesawat komersil yang dibajak oleh sekelompok
orang yang kemudian dikenal sebagai musuh dunia, yakni al-Qaeda.
Terdapat
dua dampak pasca tragedi tersebut. Pertama, dunia mulai melihat keadaan Islam
di negara-negara jajahan Eropa yang terus tertindas, dirampas sumber daya
alamnya, hingga saat ini, hendaknya perlu dilakukan pendekatan ulang tanpa
tindakan militer. Namun hasilnya, mereka hingga saat ini tetap tertindas.
Yang
kedua, dunia saat ini melihat gelagat buruk dari penyebaran Islam yang begitu
pesat di Eropa, sehingga inilah saatnya untuk mempropaganda dan mengadu domba
umat Islam dengan menggolongkan umat Islam kepada dua kelompok, yakni Islam
Radikal sebagai basic terorisme dunia, dan Islam Moderat sebagai sahabat
mereka.
Hadirin,
kedua dampak ini menyebar ke seluruh daerah di tanah Indonesia. Bahkan tidak
begitu lama dari kasus WTC, Bali sebagai pusat wisata Indonesia, dibom oleh
mereka yang mengaku sebagai para mujahid Islam. Lalu apakah Islam telah
mengajarkan tentang jihad sebagai sebuah penindasan dan teror? ataukah
sesungguhnya Jihad dapat menjadi sarana untuk membangun persaudaran? Oleh
karenanya, “JIHAD DALAM MEMBANGUN PERSUADARAAN” adalah tema yang akan
kita bahas dalam kesempatan kali ini. Dengan redaksi awal, firman Allah swt
surat at-Taubah ayat 41:
انْفِرُوا خِفَافًا وَثِقَالاً وَجَاهِدُوا
بِأَمْوَالِكُمْ وَ أَ نْفُسِكُمْ فِي سَبِيلِ اللهِ ذَلِكُمْ خَيْرٌ لَكُمْ إِنْ
كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ {41}
Artinya
: “Berangkatlah baik dalam keadaan ringan ataupun berat, dan berjihadlah
dengan harta kamu dan diri kamu dijalan Allah. Yang demikian itu adalah lebih
baik bagi kamu jika kamu mengetahui.”
HADIRIN MA’ASYIRAL MUSLIMIN RAKHIMAKUMULLAH..
Prof.
Dr. Muhammad Quraish Shihab dalam karyanya Tafsir al-Mishbah menjelaskan bahwa
pada hakikatnya perintah untuk berperang sebagai salah satu makna jihad di
dalam ayat tersebut, tidaklah dibutuhkan oleh Allah dan tidak juga oleh
Rasul-Nya Muhammad saw, karena sesungguhnya Allah telah membela dan mendukung
umat Islam ketika ia sendiri ataupun berdua. Namun, jika kita mengetahui betapa
banyak sisi kebajikan yang disiapkan oleh Allah bagi mereka yang berjihad dan
taat kepada Allah, tentulah umat Islam akan melaksanakan perintah tersebut. Hal
ini jika ditinjau dari bebagai aspek duniawi dan ukhrawi sebagaimana difahami
dari bentuk nakirah atau indifinitif kata ( خير) di dalam ayat tersebut.
Dampak
positif yang membawa kebaikan dan kebajikan melalui jihad sesungguhnya selaras
dengan dakwah dan jihad para ulama penyebar Islam di tanah nusantara ini.
Abdurrahman Mas’ud menjelaskan, bahwa Islam Indonesia memiliki dua model yang
saling mengikat, yakni model universal dan dan model domestik. Model universal
adalah model yang menyatukan dunia Islam dibawah kepemimpinan dan uswatun
hasanah Muhammad Rasulullah saw, sementara model domestik yang menjadikan
Muslim Indonesia unik adalah mereka yang bermakmum dari model-model Walisongo.
Mereka adalah wali sembilan yang namanya demikian populer telah berhasil
merubah Nusantara Hindu-Budha ke dalam agama Islam dengan penuh kedamain di
abad 15-16. Dengan demikian ungkapan yang menyatakan bahwa ajaran Islam pada
abad ke-18 dan ke-19 berada dibawah bayang-bayang Walisongo tidaklah
berlebih-lebihan. Bahkan selama hampir lima abad setelah periode Walisongo,
pengaruh mereka tetap terlihat dan terasa jelas hingga kini.
Lalu
muncul sebuah pertanyaan, apakah model Islam yang menggerakkan jihad sebagai
sarana irhab ataupun terorisme merupakan model jihad di Indonesia?
Tentulah tidak. Islam Indonesia di bangun dengan model toleransi terhadap
produk-produk lokal budaya yang ada. Islam Indonesia tidak memberantas
tempat-tempat Ibadah yang berbeda dengan Islam. Bahkan begitu banyak
masjid-masjid di Indonesia yang dibangun dengan model budaya mereka dan jauh
dari model tanah Arab.
Namun
saat ini yang terjadi adalah, begitu banyak para pendakwah baru yang seringkali
membajak Islam demi hawa nafsunya untuk menguasai seseorang ataupun sekelompok
orang. Pantas jika Rasulullah saw dulu pernah menasehati para sahabat melalui
sabdanya:
رجعنا من الجهاد الأصغر إلى الجهاد الأكبر . قالوا
: وما الجهاد الأكبر ؟ قال : مُجاهدة العبد هَواه {رواه
البيهقي}
Artinya
: “Kita telah kembali dari jihad kecil menuju jihad yang besar. Para sahabat
bertanya ; apakah itu jihad yang besar ? Rasul menjawab ; seorang hamba
berjihad melawan hawa nafsunya.” [HR. al-Baihaqi]
HADIRIN MA’ASYIRAL MUSLIMIN RAKHIMAKUMULLAH..
Inilah
yang terjadi saat ini, jihad tidak lagi memberikan dampak positif kepada semua
orang berupa kemaslahatan dan kebaikan kepada setiap orang, melainkan karena
nafsu al-hawa’ yang dikedepankan. Padahal Rasulullah Muhammad saw diutus
kemuka bumi ini adalah sebagai pembawa Rahmat Allah kepada seluruh makhluk di
muka bumi ini, ( وما ارسلنك
إلا رحمة للعالمين). Untuk itu, marilah kita jadikan Jihad di
Indonesia ini jihad yang dapat menciptakan persaudaraan, sebagaimana yang
dilakukan oleh para pendahulu kita, penyebar Islam di tanah Nusantara. Bukan
seperti yang dilakukan oleh para pembajak Islam, yang membesarkan nama Islam
melalui tindakan teror terhadap orang-orang yang berbeda dengan mereka.
Lalu,
bagaimanakah cara kita untuk membangun persaudaraan antar sesama umat Islam,
dalam memaknai perbedaan terhadap teks-teks Jihad? untuk itu, marilah kita
simak bersama firman Allah swt di dalam al-Qur’an surat al-Hujurat ayat 10 :
إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ إِخْوَةٌ فَأَصْلِحُوا بَيْنَ
أَخَوَ يْكُمْ وَاتَّقُوا اللهَ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ {10}
Artinya:
““Sesungguhnya orang-orang mukmin adalah (bagaikan) bersaudara karena itu
damaikanlah antar kedua saudara kamu dan bertakwalah kepada Allah supaya kamu
mendapat rahmat.”
DEWAN HAKIM YANG ‘ARIF DAN BIJAKSANA
HADIRIN YANG KAMI BANGGAKAN
Mengenai
ayat ini, Muhammad Quraish Shihab menjelaskan bahwa penggunaan kata (إِنَّمَا) innama
dalam konteks penjelasan tentang persaudaraan antara sesama mukmin ini,
mengisyaratkan bahwa sebenarnya semua pihak telah mengetahui secara pasti bahwa
kaum beriman bersaudara, sehingga semestinya tidak terjadi dari pihak mana pun
hal-hal yang mengganggu persaudaraan itu. Adapun kata (إِخْوَةٌ) ikhwah mengisyaratkan bahwa
persaudaraan yang terjalin antara sesama muslim, adalah persaudaraan yang
dasarnya berganda. Sekali atas dasar persamaan iman, dan kali kedua adalah
persauadaraan seketurunan, walaupun yang kedua ini bukan dalam pengertian
hakiki. Dengan demikian tidak ada lagi alasan untuk kita memutuskan hubungan
persaudaraan antar sesama muslim. Lebih-lebih jikalau antar individu masih
direkat oleh persaudaraan sebangsa, secita-cita, sebahasa, senasib dan
sepenanggungan.
Thabathaba’i
menulis, hendaknya kita menyadari firman Allah swt yang menyatakan bahwa : “sesungguhnya
orang-orang mukmin bersaudara” merupakan ketetapan syariat berkaitan dengan
persudaraan antara orang-orang mukmin dan yang mengakibatkan dampak keagamaan
serta hak-hak yang ditetapkan oleh agama.
Adapun
kata (أَخَوَيْكُمْ) akhawaikum
adalah bentuk dual dari kata (أخ) akh. Penggunaan bentuk dual disini
untuk mengisyaratkan bahwa jangankan banyak orang, dua pun, jika mereka
berselisih harus diupayakan ishlah antar mereka, sehingga persaudaraan
dan hubungan harmonis mereka terjalin kembali.
Dengan
demikian, ayat di atas mengisyaratkan dengan sangat jelas bahwa persatuan dan
kesatuan, serta hubungan harmonis antar anggota masyarakat kecil atau besar,
akan melahirkan limpahan rahmat bagi mereka semua. Sebaliknya, perpecahan dan
keretakan hubungan akan mengundang lahirnya bencana buat mereka, yang pada
puncaknya dapat, melahirkan pertumpahan darah dan perang saudara.
Akhirnya,
melalui ajang musabaqah ini, kami menghimbau kepada seluruh umat Islam, marilah
kita bersama-sama terus berjihad di jalan Allah dengan penuh keramahan dengan
cara menghormati local wisdom bangsa ini, sehingga jihad dapat
menciptakan persaudaraan yang kuat antar sesama umat Islam.
Wahai
saudara-saudaraku orang jawa “kito sedoyo sederek”, wahai
saudara-saudaraku orang betawi “kite
semuanye besodare”, wahai
saudara-saudaraku orang lampung “kham semuaghian”, wahai
saudara-saudaraku orang madura “taretan-taretan sadeje sampean kabi sadajena
satareta”, wahai saudara-saudaraku orang aceh “gutanyo bandum masudara
berme pake-pake”, wahai saudara-saudaraku papua irian jaya “ipar-ipar
katorang samua basudara”, wahai saudara-saudaraku keturunan tyong hoa “tha
cia thu she icajin banya cincaila”, wahai saudara-saudaraku orang India “ham
seb bai bhai kuo mahabathe”. Kita tingkatkan ukhuwah basyariyah, ukhwah
wathoniyah dan ukhuwah Islamyyah demi mendapatkan rahmat Allah swt, Amin ya
Rabbal ‘Alamin……
والله المستعان إلى احسن الحال
والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته
loading...